Skip to main content

Kemendiknas Siapkan Rp 500 M untuk Bangun Sekolah di Lereng Merapi

| Erupsi Merapi telah menimbulkan banyak dampak bagi berbagai sektor kehidupan masyarakat, tak terkecuali pendidikan. Untuk itu, Kementerian Pendidikan Nasional telah mempersiapkan dana setengah triliun rupiah untuk membangun kembali sarana dan prasarana sekolah, terutama di sekitar lereng Merapi.

“Sampai saat ini, Kemendiknas sudah merencanakan anggaran sekitar lima ratus miliar demi mengembalikan kegiatan belajar mengajar di wilayah Merapi,” ujar Harmanto selaku perwakilan dari Kemendiknas saat jumpa pers dengan wartawan di Media Center, Jl Kenari, Yogyakarta, Jumat (26/11/2010).

Hingga saat ini, kata Harmanto, Kemendiknas masih melakukan pendataan terkait sekolah-sekolah mana yang akan menjadi alokasi dana tersebut, baik di wilayah Yogyakarta maupun Jawa Tengah.

“Dana ini rencananya akan mulai dialokasikan setelah pemetaan sekolah-sekolah selesai. Pemetaan ini masih kami lakukan di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah,” katanya.

Selama ini, kata Harmanto, dalam perencanaan dana yang dimiliki Kemendiknas, tidak ada catatan rencana untuk alokasi ke korban bencana alam. Jadi perencanaan dana itu bersifat spontanitas.

“Sebelumnya di bidang pendidikan, tidak ada rengrengan dana untuk alokasi bencana, tapi demi mengatasi masalah tersebut, sudah menjadi kewajiban kami untuk memulihkan pendidikan,” kata Harmanto yang juga menjabat sebagai Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kota Yogyakarta.

Harmanto juga menambahkan, dana ini bisa dicairkan dan dialokasikan ke masyarakat apabila ada aturan hukum yang melindunginya.

“Catatan, dana ini akan cair bila sudah ada aturan hukum yang meng-covernya. Dengan kata lain ada payung hukum dari menkokesra, jadi tidak asal cair saja,” imbuhnya.

Dari hasil pendataan sementara oleh Kemendiknas, tercatat ada 73 sekolah di wilayah Sleman yang perlu direlokasi. Sekolah tersebut yaitu TK sebanyak 30 sekolah, SD 32 sekolah, SMP 7 sekolah, SMA 1 sekolah, SMK 2 sekolah, dan SLB 1 sekolah.

“Sementara ini kita baru mendapatkan data dari wilayah Sleman saja, dan 73 sekolah tersebut mayoritas berada di wilayah KRB III yang jaraknya 0-10 km dari puncak Merapi,” kata Harmanto.

Total sekolahan yang perlu direlokasi tersebut di antaranya sekolah yang sudah tidak layak untuk digunakan, mulai dari yang tertimbun pasir, rusak parah, bahkan leyap tersapu awan panas Merapi seperti SMK Cangkringan.

Terkait tentang pengadaan rumah hunian sementara yang hingga sekarang masih dalam tahap pembangunan, pihak Kemendiknas juga akan membangun beberapa sekolah di wilayah tersebut.

“Kami akan lebih mengutamakan pembangunan TK dan SD di wilayah hunian sementara yang sekarang masih dibangun, masalah SMP dan SMA akan ditempatkan di sekolah yang akan ditunjuk dari pemerintah setempat,” katanya.

Selain itu, walaupun jarak aman Merapi sudah dipersempit dan kebanyakan pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing, Kemendiknas juga mencatat ada 2989 guru yang mengungsi dan ada 24.854 siswa yang mengungsi dari total siswa 46.113 jiwa di Sleman.

DetikNews

Comments

Popular posts from this blog

Partisipasi Pemilu 2019 Kota Jogja 84,9 Persen & Kulon Progo 86, 49 Persen

Yogyakarta (ANTARA) - Kota Yogyakarta mencatat tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang cukup tinggi yaitu mencapai 84,9 persen khususnya untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. “Tingkat partisipasi tersebut melebihi target yang kami tetapkan yaitu 77,5 persen. Mungkin ini adalah tingkat partisipasi pemilu yang paling tinggi pernah diraih,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta Hidayat Widodo, di Yogyakarta, Kamis. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden, KPU Kota Yogyakarta mencatat total jumlah pemilih yang memiliki hak pilih mencapai 324.903 orang, namun pemilih yang menggunakan hak pilihnya tercatat sebanyak 275.552 orang. Berdasarkan data, ada sebanyak 47.249 pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak suaranya, sedangkan dalam daftar pemilih tetap tambahan terdapat 2.096 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya, serta enam pemilih dalam daftar pemilih khusus yang tidak menggunakan hak suaranya. Ia pun berhara

Tanah Pesisir DIY Terus Melambung

Perkembangan wisata dan megaproyek di pesisir selatan DIY, tepatnya di kawasan Gunungkidul dan Kulonprogo mendongkrak harga tanah. Tidak tanggung-tanggung,harga tanah yang awalnya berkisar Rp30.000 per meter,kini sudah lebih dari Rp200.000. Tidak heran, banyak warga berlomba-lomba melepaskan tanah kepada investor. Dalam satu tahun terakhir, lonjakan harga tanah tidak bisa dihindari lagi.Sugeng,salah satu warga Bruno, Ngestirejo, Tanjungsari mengatakan, dua tahun yang lalu harga tanah masih berkisar Rp35.000 setiap meternya. “Namun, saat ini harganya lebih dari Rp200.000 untuk tanah bersertifikat,”ungkapnya. Dia pun menunjukkan beberapa lahan yang siap dilepas pemiliknya. Selain itu, dalam satu tahun terakhir banyak warga luar yang mulai melirik untuk membeli tanah di sekitar pantai. “Belum lagi dengan rencana pengembangan Pantai Krakal. Sudah banyak orang yang pesan kalau ada tanah yang mau dijual,”ucapnya. Saat ini di sekitar Pantai Krakal sudah banyak berdiri bangunan layakn

Tercemar Limbah, Warga Bantul Semen Saluran Irigasi

Bantul - Sejumlah warga Dusun Karangnongko menutup saluran irigasi yang melintas di Jalan Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul. Hal itu karena air pada saluran tersebut berbau menyengat dan berwarna putih pekat. Pantauan detikcom, puluhan warga berkumpul di Jalan Karangnongko sembari membawa papan bertuliskan 'sungai disegel warga' dan 'hukum berat pencemar lingkungan'. Selanjutnya, puluhan warga meletakkan batako pada saluran irigasi tersebut. Tak hanya itu, warga mulai menempelkan adonan semen pada material bangunan itu hingga menutupi saluran irigasi tersebut. Setelah itu, warga meletakkan beberapa karung berisi pasir di depan dinding yang terbuat dari tumpukan material bangunan. Warga Dusun Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul, Waljito menjelaskan, penyegelan saluran irigasi ini sebagai bentuk protes warga terhadap pencemaran limbah yang telah berlangsung selama belasan tahun. Sampai saat ini permasalahan tidak kunj