Skip to main content

Sultan Turun Tangan Sikapi SMA ”17”-1

YOGYAKARTA– Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X akhirnya turun tangan menyikapi nasib ratusan siswa SMA ”17”-1 yang terpaksa belajar lesehan akibat sarana belajar mereka diambil paksa oknum tak dikenal.

Sultan telah menyediakan Sasana Hinggil di Alun-alun Selatan untuk dijadikan lokasi sementara proses belajar mengajar siswa.Meski demikian,Sultan tidak akan campur tangan dalam permasalahan internal perebutan sengketa lahan dan bangunan antara pihak yayasan dan ahli waris. MenurutSultan,saatiniyang perlu mendapatkan perhatian bersama adalah suasana kondusif dalam proses belajar mengajar siswa. Sebab, sebentar lagi para siswa kelas tiga juga akan melaksanakan ujian nasional UN).

”Untuk belajar sementara bisa gunakan Sasana Hinggil di Alun-alun Selatan,”kata Sultan di Kepatihan kemarin. Sultan mengaku inisiatif ini sudah disampaikan kepada Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kadarmanto Baskoro Aji melalui pesan singkat. Prinsipnya,masalah pendidikan ini harus ditangani dengan menjaga kondusivitas proses belajar mengajar. Sultan juga sudah mengoordinasikan dengan GBPH Prabukusumo untuk penggunaan lokasi tersebut. ”Sementara saya suruh koordinasi dengan Mas Prabu (GBPH Prabukusumo) untuk Sasono Hinggil. Biarlah anakanak tenang dan ada kepastian,” ujar Sultan.

Raja Keraton Yogyakarta ini tidakmengetahuipersispersoalan yang muncul.Apalagi,sampai perebutan lahan dan hilangnya meja dan kursi untuk kegiatan belajar mengajar.”Terpenting anak-anak bisa tenang, kan minggudepansudahujiannasional. Saya tidak mau campuri itu urusan,”kata Sultan. Sekretaris Komisi D Nursasmito melihat permasalahan di SMA ”17”-1 sudah cukup genting dan butuh sikap tegas dari seorang wali kota.Wali Kota harus turun tangan agar tidak ada lagi kegiatan sekolah di trotoar jalan.Kondisi seperti ini rawan berdampak terhadap minat masyarakat belajar di Yogyakarta.

”Ini bisa menjadi preseden buruk Yogyakarta sebagai kota pelajar. Jadi harus diatasi,” ucapnya. Politikus PKS ini melihat langkah Pemkot Yogyakarta, sudah terlambat dalam bertindak. Semestinya para siswa langsung diberikan tempat sementara untuk proses sekolah. ”Sekolah dengan yayasan dan ahli waris harus bermusyawarah,” kata Nursasmito Pantauan SINDO kemarin, para siswa belajar dengan beralaskan tikar.Sebagian terlihat memanfaatkan kursi panjang untuk meja belajar.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edi Hery Suasana mengatakan instansinya akan memberikan bantuan setelah pihak yayasan sudah mengoptimalkan untuk menyediakan mebeler yang dibutuhkan untuk menunjang proses belajar mengajar.”Jika hari ini (kemarin) mengajukan (mebeler), sore akan saya kirim,”ujarnya. Kondisi pembelajaran para siswa-siswi yang hanya beralaskan tikar tanpa menggunakan meja kursi itu mengundang keprihatinan banyak kalangan.

Kepala SMA ‘17’-1 Yogyakarta Suyadi bersyukur sebab ada salah satu pengusaha yang akan membantu menyediakan sekitar 50–70 meja kursi untuk menunjang kegiatan belajar siswa. 
kuntadi/ muji barnugroho
Sumber : Seputar Indonesia
Gambar : Foto Detik

Comments

Popular posts from this blog

Partisipasi Pemilu 2019 Kota Jogja 84,9 Persen & Kulon Progo 86, 49 Persen

Yogyakarta (ANTARA) - Kota Yogyakarta mencatat tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang cukup tinggi yaitu mencapai 84,9 persen khususnya untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. “Tingkat partisipasi tersebut melebihi target yang kami tetapkan yaitu 77,5 persen. Mungkin ini adalah tingkat partisipasi pemilu yang paling tinggi pernah diraih,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta Hidayat Widodo, di Yogyakarta, Kamis. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden, KPU Kota Yogyakarta mencatat total jumlah pemilih yang memiliki hak pilih mencapai 324.903 orang, namun pemilih yang menggunakan hak pilihnya tercatat sebanyak 275.552 orang. Berdasarkan data, ada sebanyak 47.249 pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak suaranya, sedangkan dalam daftar pemilih tetap tambahan terdapat 2.096 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya, serta enam pemilih dalam daftar pemilih khusus yang tidak menggunakan hak suaranya. Ia pun berhara

Tanah Pesisir DIY Terus Melambung

Perkembangan wisata dan megaproyek di pesisir selatan DIY, tepatnya di kawasan Gunungkidul dan Kulonprogo mendongkrak harga tanah. Tidak tanggung-tanggung,harga tanah yang awalnya berkisar Rp30.000 per meter,kini sudah lebih dari Rp200.000. Tidak heran, banyak warga berlomba-lomba melepaskan tanah kepada investor. Dalam satu tahun terakhir, lonjakan harga tanah tidak bisa dihindari lagi.Sugeng,salah satu warga Bruno, Ngestirejo, Tanjungsari mengatakan, dua tahun yang lalu harga tanah masih berkisar Rp35.000 setiap meternya. “Namun, saat ini harganya lebih dari Rp200.000 untuk tanah bersertifikat,”ungkapnya. Dia pun menunjukkan beberapa lahan yang siap dilepas pemiliknya. Selain itu, dalam satu tahun terakhir banyak warga luar yang mulai melirik untuk membeli tanah di sekitar pantai. “Belum lagi dengan rencana pengembangan Pantai Krakal. Sudah banyak orang yang pesan kalau ada tanah yang mau dijual,”ucapnya. Saat ini di sekitar Pantai Krakal sudah banyak berdiri bangunan layakn

Tercemar Limbah, Warga Bantul Semen Saluran Irigasi

Bantul - Sejumlah warga Dusun Karangnongko menutup saluran irigasi yang melintas di Jalan Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul. Hal itu karena air pada saluran tersebut berbau menyengat dan berwarna putih pekat. Pantauan detikcom, puluhan warga berkumpul di Jalan Karangnongko sembari membawa papan bertuliskan 'sungai disegel warga' dan 'hukum berat pencemar lingkungan'. Selanjutnya, puluhan warga meletakkan batako pada saluran irigasi tersebut. Tak hanya itu, warga mulai menempelkan adonan semen pada material bangunan itu hingga menutupi saluran irigasi tersebut. Setelah itu, warga meletakkan beberapa karung berisi pasir di depan dinding yang terbuat dari tumpukan material bangunan. Warga Dusun Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul, Waljito menjelaskan, penyegelan saluran irigasi ini sebagai bentuk protes warga terhadap pencemaran limbah yang telah berlangsung selama belasan tahun. Sampai saat ini permasalahan tidak kunj