Skip to main content

PM Toh Menebar Senyum di Lereng Merapi


KOMPAS.com — Senyum lebar terlihat dari puluhan anak lereng Gunung Merapi yang tinggal di Kecamatan Dukun. Senyum itu mengembang saat Agus Nur Amalia atau yang lebih dikenal dengan PM Toh, seniman pendongeng asal Pulau Weh, Provinsi Aceh, membawakan cerita lucu di Padepokan Prasetya Budya, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (24/7/2011).

Dalam penampilannya, ia mengantarkan cerita asal-muasal munculnya manusia di muka bumi. Untuk menggambarkan bumi, ia menggantung bola plastik pada seutas tali. Untuk matahari, bola tersebut ia bungkus menggunakan plastik berwarna merah. Sementara untuk samudra, ia menggambarkannya dengan sebuah ember besar berwarna biru.

Setelah munculnya manusia pertama kali di muka bumi, Adam dan Hawa, keberadaannya melahirkan keturunan yang terus-menerus hingga mencapai jutaan manusia. Suatu ketika, di belahan bumi terdapat peristiwa letusan sebuah gunung berapi. Letusan itu ia gambarkan dengan plastik berwarna merah dibentuk menyerupai puncak gunung.

Saat letusan terjadi, semua penduduk berhamburan menyelamatkan diri, termasuk anak-anak. Memerankan penduduk yang berlindung dari amukan salah satu gunung berapi teraktif di dunia itu, PM Toh menutup kepalanya menggunakan sebuah gayung plastik.

Kemudian, setelah letusan mereda, anak-anak kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Ada yang bermain dan ada yang bersekolah. Seniman kontemporer asal Australia, Nicole, tampil sebagai anak-anak. Ia memakai baju seragam sekolah dasar.

Selama pertunjukan dongeng, ratusan anak-anak yang datang dari berbagai daerah di lereng Merapi tak henti-hentinya tersenyum dan tertawa melihat aksi PM Toh disertai celotehannya yang khas, "Teng tong teng tong...," sebagai pengiring pementasan.

Sesepuh Padepokan Prasetya Budya, Prasetya Adi Wibawa, mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk pengembalian semangat anak-anak lereng Merapi yang mengalami trauma karena meletusnya Gunung Merapi beberapa waktu lalu. Selain itu, acara ini juga dimaksudkan sebagai sarana membangkitkan kebersamaan. Dengan kebersamaan, akan tercipta sebuah tatanan rasa dan harmonisasi yang nantinya dapat saling mengisi untuk masa depan generasi penerus.

Festival yang diselenggarakan untuk pertama kalinya ini juga merupakan kegiatan memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli kemarin. "Kita menghadirkan PM Toh karena dia sebagai tokoh seniman pendongeng yang biasanya lekat dengan dunia anak-anak," katanya.

Festival yang bertajuk "Mari Berbagi Senyum" ini juga menampilkan berbagai kesenian tradisional khas lereng Merapi. Selain itu, hadir juga para seniman dan budayawan untuk mengisi sarasehan yang digelar pada Minggu malam. Mereka antara lain Sitras Anjilin (Padepokan Tjipta Budaya), Den Baguse Ngarso (budayawan dari Yogyakarta), PM Toh (seniman pendongeng asal Aceh), dan Gus Yusuf Khudlori (budayawan dari Magelang).

Comments

Popular posts from this blog

Partisipasi Pemilu 2019 Kota Jogja 84,9 Persen & Kulon Progo 86, 49 Persen

Yogyakarta (ANTARA) - Kota Yogyakarta mencatat tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang cukup tinggi yaitu mencapai 84,9 persen khususnya untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. “Tingkat partisipasi tersebut melebihi target yang kami tetapkan yaitu 77,5 persen. Mungkin ini adalah tingkat partisipasi pemilu yang paling tinggi pernah diraih,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta Hidayat Widodo, di Yogyakarta, Kamis. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden, KPU Kota Yogyakarta mencatat total jumlah pemilih yang memiliki hak pilih mencapai 324.903 orang, namun pemilih yang menggunakan hak pilihnya tercatat sebanyak 275.552 orang. Berdasarkan data, ada sebanyak 47.249 pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak suaranya, sedangkan dalam daftar pemilih tetap tambahan terdapat 2.096 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya, serta enam pemilih dalam daftar pemilih khusus yang tidak menggunakan hak suaranya. Ia pun berhara

Tanah Pesisir DIY Terus Melambung

Perkembangan wisata dan megaproyek di pesisir selatan DIY, tepatnya di kawasan Gunungkidul dan Kulonprogo mendongkrak harga tanah. Tidak tanggung-tanggung,harga tanah yang awalnya berkisar Rp30.000 per meter,kini sudah lebih dari Rp200.000. Tidak heran, banyak warga berlomba-lomba melepaskan tanah kepada investor. Dalam satu tahun terakhir, lonjakan harga tanah tidak bisa dihindari lagi.Sugeng,salah satu warga Bruno, Ngestirejo, Tanjungsari mengatakan, dua tahun yang lalu harga tanah masih berkisar Rp35.000 setiap meternya. “Namun, saat ini harganya lebih dari Rp200.000 untuk tanah bersertifikat,”ungkapnya. Dia pun menunjukkan beberapa lahan yang siap dilepas pemiliknya. Selain itu, dalam satu tahun terakhir banyak warga luar yang mulai melirik untuk membeli tanah di sekitar pantai. “Belum lagi dengan rencana pengembangan Pantai Krakal. Sudah banyak orang yang pesan kalau ada tanah yang mau dijual,”ucapnya. Saat ini di sekitar Pantai Krakal sudah banyak berdiri bangunan layakn

Tercemar Limbah, Warga Bantul Semen Saluran Irigasi

Bantul - Sejumlah warga Dusun Karangnongko menutup saluran irigasi yang melintas di Jalan Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul. Hal itu karena air pada saluran tersebut berbau menyengat dan berwarna putih pekat. Pantauan detikcom, puluhan warga berkumpul di Jalan Karangnongko sembari membawa papan bertuliskan 'sungai disegel warga' dan 'hukum berat pencemar lingkungan'. Selanjutnya, puluhan warga meletakkan batako pada saluran irigasi tersebut. Tak hanya itu, warga mulai menempelkan adonan semen pada material bangunan itu hingga menutupi saluran irigasi tersebut. Setelah itu, warga meletakkan beberapa karung berisi pasir di depan dinding yang terbuat dari tumpukan material bangunan. Warga Dusun Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul, Waljito menjelaskan, penyegelan saluran irigasi ini sebagai bentuk protes warga terhadap pencemaran limbah yang telah berlangsung selama belasan tahun. Sampai saat ini permasalahan tidak kunj