Skip to main content

Soal Ekstradisi, Mahfud MD Mengaku Keliru

"Ada yang terlewat dalam pengamatan saya," kata Mahfud.

wikipedia
VIVAnews – Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pekan lalu mendesak pemerintah untuk menyusun perjanjian ekstradisi dengan Singapura, terkait banyaknya orang-orang berpekara hukum di Indonesia yang menyembunyikan diri ke Singapura.

Belakangan, pernyataannya itu dia akui keliru karena perjajian ekstradisi sudah ditandatangani kedua negara, namun belum diratifikasi DPR.

Kedutaan Besar Singapura di Jakarta akhir pekan lalu sempat "meluruskan" pernyataan Mahfud. Menurut pihak Kedubes, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura telah ditandatangani kedua pemerintah pada tahun 2007.

“Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007,” kata Sekretaris Pertama Bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Sabtu malam, 4 Juni 2011.

Mahfud pun akhirnya mengakui, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang telah ditandatangani itu, di luar pengamatannya. Itulah sebabnya dia sempat memberi pernyataan yang kurang tepat.

“Ada yang terlewat dalam pengamatan saya. Pekan lalu, saya minta diadakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Tapi ternyata perjanjian itu sudah ada,” ujar Mahfud usai mengisi kuliah umum tentang Pancasila di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Senin 6 Juni 2011.

Kini, Mahfud pun meminta pemerintah untuk meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut, karena perjanjian itu tidak akan berlaku kalau belum diratifikasi. Padahal, kata Mahfud, bila tidak diratifikasi, maka hal itu akan menjadi celah bagi koruptor di Indonesia untuk mengamankan diri di Singapura.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene memaparkan, ada perbedaan posisi antara Indonesia dan Singapura dalam memandang perjanjian ekstradisi. Singapura menginginkan perjanjian ekstradisi sepaket dengan kerja sama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA), sedangkan Indonesia ingin agar kedua perjanjian itu berdiri sendiri-sendiri.

“Singapura mengaitkan kedua perjanjian itu, sementara Indonesia tidak. Indonesia ingin perjanjian ekstradisi diratifikasi tanpa harus menunggu ratifikasi kerja sama pertahanan,” jelas Tene. Posisi indonesia saat ini adalah, bersedia meratifikasi perjanjian ekstradisi, namun tidak bersedia meratifikasi kerja sama pertahanan yang dinilai masih menyimpan masalah dalam sejumlah pasalnya.

Pasal bermasalah tersebut adalah soal diperbolehkannya Singapura melakukan latihan militer di wilayah Indonesia, termasuk bila mereka menggelar latihan perang dengan negara lain. Poin ini dinilai merugikan Indonesia, karena Singapura nantinya akan mengetahui secara persis kondisi geografis Indonesia yang notabene merupakan wilayah kedaulatan RI dan menjadi daerah latihan TNI.

Jadi, meskipun yang bermasalah hanya pasal dalam kerja sama pertahanan, sementara perjanjian ekstradisi kedua negara sebetulnya tidak bermasalah, namun Singapura menolak ratifikasi salah satu perjanjian saja. Mereka ingin perjanjian ekstradisi diratifikasi bersama kerja sama pertahanan, atau tidak sama sekali. “Akibatnya, perjanjian ekstradisi belum bisa dijalankan oleh kedua negara,” ujar Tene.

Laporan: Erick Tanjung | Yogyakarta


Translate Using Google Translate May Need Grammar Correction

Problem Extradition, Mahfud MD Claiming Wrong


VIVAnews - Mahfud MD Chairman of the Constitutional Court last week urged the government to prepare an extradition treaty with Singapore, related to the number of people berpekara law in Indonesia which hide themselves to Singapore.

Later, he admitted that his statement was wrong because perjajian extradition was signed by the two countries, but not yet ratified by Parliament.

Singapore Embassy in Jakarta last weekend was "straightening" Mahfud statement. According to the Embassy, ​​the extradition treaty between Indonesia and Singapore have signed a second government in 2007.

"The signing of these agreements was also witnessed by President Susilo Bambang Yudhoyono and Singapore Prime Minister Lee Hsien Loong in Bali on April 27, 2007," said First Secretary of Political Affairs at the Indonesian Embassy in Singapore, Herman Loh, in a written statement received VIVAnews, Saturday night, June 4, 2011.

Mahfud was finally admitted, the extradition treaty between Indonesia and Singapore have signed it, outside of her observations. That's why he could give a less precise statement.

"There were missed in my observation. Last week, I have held the Indonesia-Singapore extradition treaty. But it turns out that the existing agreement, "said Mahfud after filling public lectures on the Pancasila in the Faculty of Law, University of Islam Indonesia, Yogyakarta, Monday, June 6, 2011.

Now, Mahfud also asked the government to ratify the extradition treaty because the treaty would not be applicable if not yet ratified. In fact, says Mahfud, if not ratified, then it will be a gap for the corrupt in Indonesia to secure themselves in Singapore.

Earlier, a spokesman for the Ministry of Foreign Affairs Michael Tene explained, there are differences in position between Indonesia and Singapore in view of extradition treaties. Singapore wanted the extradition agreement with the defense cooperation package or a Defence Cooperation Agreement (DCA), while Indonesia wants to keep both the agreement stands on its own.

"Singapore is linking the two agreements, while Indonesia did not. Indonesia wants the extradition treaty was ratified without waiting for the ratification of defense cooperation, "said Tene. The position of Indonesia today is, willing to ratify the extradition treaty, but are not willing to ratify the defense cooperation which is still considered a problem in a number of chapters store.

Article problematic is the matter of permissibility of Singapore conduct military exercises in Indonesian territory, including when they held a military exercise with other countries. This point was considered detrimental to Indonesia, because Singapore will know exactly later on Indonesia's geographical conditions which in fact is the sovereign territory of the Republic of Indonesia and became a military training area.

So, despite the troubled only article in defense cooperation, while the extradition treaty between the two countries was not problematic, but Singapore refused ratification of a treaty only. They want ratified an extradition treaty with the cooperation of defense, or not at all. "As a result, an extradition treaty can not be run by the two countries," says Tene.

Comments

Popular posts from this blog

Matahari Godean Grup : Belanja Online via Whatsapp

Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga masyarakat Jogjakarta umumnya dan masyarakat Godean khususnya dan untuk mempermudah belanja tanpa antrian  dan tanpa perlu datang ke toko maka Matahari Godean Grup ( Toserba Matahari Godean & Mth Fashion ) Jl. Saronodipoyo - Utara Pasar Godean membuka layanan Belanja Online via Whatsapp sebagai Berikut : Toserba Matahari Godean : Belanja Online via Whatsapp untuk kebutuhan sebagai berikut : Ringkasan Paket Sembako *dapat disesuaikan dengan kebutuhan anda (check via whatsapp) Mth Fashion : Untuk belanja Online kebutuhan Sandang/Fashion Keluarga, Untuk produk-produk bisa Anda lihat di Instagram : https://www.instagram.com/mth.fashion.online.shop/  (updated) Untuk Informasi Lebih lanjut bisa kontak Nomor Whatsapp masing-masing. Selamat Berbelanja secara Online | Jangan lupa informasikan ke keluarga dan rekan-rekan anda.

Bencana Alam-Tebing Longsor Terjang Satu Rumah

KULONPROGO– Rumah milik MitroWidarto,78,warga Dusun Semawung, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang rusak parah setelah tertimbun tanah longsor pada Selasa (10/1) malam. Tiga rumah dan satu musala yang berdekatan dengan rumah milik korban juga terancam. Kejadian tersebut terjadi pada Selasa (10/1) sekitar pukul 21.30 WIB diawali dengan hujan yang cukup deras sejak pukul 16.00. Akibatnya, tebing di belakang rumahnya ambrol sejauh 300 meter hingga menghantam rumahnya. ”Kerugian kami sekitar Rp30 juta,” ujar Mitro kemarin. Dua rumah milik Suranto, 55 dan Wahyudi,58,juga terancam. Kedua warga ini merupakan anak kandung korban. Rumah milik Sutopo, tetangga korban, juga terancam karena hanya berjarak tidak lebih dari 200 meter. ”Tiga rumah dan satu musala terancam,” ucapnya. Awal 2012 lalu sebenarnya tebing di belakang rumahnya juga longsor.Namun,waktu itu volumenya tidak besar dan tidak sampai menerjang rumah. ”Jadi ini longsoran yang kedua. Longsoran pertama hanya kecil, yang kedua s...

Pemerintah Putuskan 1 Syawal Hari Rabu

Keputusan ini diambil berdasarkan pemantauan hilal di 96 titik. VIVAnews - Kementerian Agama memutuskan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah akan jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Keputusan ini berdasarkan sidang isbat yang dilgelar di Kantor Kementerian Agama, Senin malam, 29 Agustus 2011. "Bahwa 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada Hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011," kata Menteri Agama Suryadharma Ali saat membacakan kesimpulan sidang isbat. Keputusan ini diambil berdasarkan pemantauan hilal di 96 titik. Dari sejumlah lokasi, sebanyak 30 titik menyebut tidak melihat adanya hilal. Adapun, hanya 3 titik yang melihat adanya bulan baru dalam pemantauannya. "Tapi tiga hasil itu ditolak. Karena tidak sesuai secara keilmuan," kata Ahmad Jauhari, Direktur Urusan Agama Islam Kementerian Agama. Walau demikian, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah memutuskan untuk Idul Fitri besok, 30 Agustus 2011. Perwakilan Muhamadyah yang hadir dalam rapat itu memin...