Skip to main content

Kerja Relawan Merapi Sudah Mirip Arkeolog

Tim evakuasi mayat seperti sedang mencari fosil di gunung debu vulkanik.
VIVAnews - Beradu cepat dengan wedhus gembel dan panasnya suhu Merapi menjadi hal yang biasa dialami Ariyanto Joko Widodo (39), relawan lokal dari desa Ukirsari, Cangkringan, Sleman.

Seluruh kemampuan inderanya dikerahkan maksimal, tak terkecuali penciuman, untuk mengetahui jenazah para korban yang sudah terkubur pasir dan abu vulkanik. "Bau mayat binatang dan manusia itu berbeda," katanya saat berbincang dengan VIVAnews.com, Sabtu. 13 November 2010.

Menurutnya, selain medan yang ganas, tantangan lain yang menyulitkan adalah terjeblos dalam kubangan pasir panas ketika mencari korban yang masih terkubur. "Kita biasanya sering terjeblos di pasir yang masih sangat panas, bahkan sampai membakar sepatu," ungkap dia.

Biasanya bagi relawan yang memilki tongkat mendaki gunung es, akan ditempatkan di paling depan saat evakuasi. Mereka bertugas sebagai pembuka jalan.

"Tongkat itu sangat berguna, apakah tempat yang dipijak itu aman, atau justru rawan amblas yang terkadang membuat kita terperosok ke dalam pasir panas," katanya.

Keterangan warga kerap diandalkan untuk mencari lokasi korban. Misalnya, kesaksian warga yang menduga ada tetangga yang terjebak di dalam rumah. Tapi, meski bermodal keterangan, pencarian bukan berarti jadi gampang. Sebab, kebanyakan rumah-rumah warga dan masjid sudah tertimbun pasir hingga bagian atap.

Meski sering mengevakuasi jenazah, Ariyanto mengaku bulu kuduknya selalu merinding saat menemukan korban yang sudah tinggal tulang-belulang. Kata dia, saat diangkat dan dimasukkan kantung jenazah, tulang-tulang itu masih dalam keadaan panas.

"Banyak sudah jadi tengkorak dan rapuh ketika kita angkat," imbuh dia, mengernyit.

Kata Ariyanto, kerja tim evakuasi sekarang mirip arkeolog yang sedang mencari fosil di gunung pasir. "Sudah sangat sukar menemukan jasad korban yang utuh saat ini, hampir semuanya hanya tinggal tulang," katanya.

Ariyanto menduga masih banyak jenazah yang terkubur di dalam gunung pasir yang menenggelamkan desa-desa di Kecamatan Cangkringan, Sleman, DIY. "Bagi saya disini hanya bekerja atas hati nurani menolong sesama, bukan terpaksa karena ditugaskan," ungkap pria yang ikut bergabung dengan relawan Dompet Duafa sejak letusan Merapi 26 Oktober 2010 lalu.

Tak kenal lelah bahkan berani menantang maut hanya untuk menolong sesama ditengah bencana menjadi sebuah prinsip utama dalam hidupnya.
"Dalam melakukan evakuasi teori itu nomor dua, tapi feeling dan doa paling utama," ujarnya. (kd)

Comments

Popular posts from this blog

Matahari Godean Grup : Belanja Online via Whatsapp

Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga masyarakat Jogjakarta umumnya dan masyarakat Godean khususnya dan untuk mempermudah belanja tanpa antrian  dan tanpa perlu datang ke toko maka Matahari Godean Grup ( Toserba Matahari Godean & Mth Fashion ) Jl. Saronodipoyo - Utara Pasar Godean membuka layanan Belanja Online via Whatsapp sebagai Berikut : Toserba Matahari Godean : Belanja Online via Whatsapp untuk kebutuhan sebagai berikut : Ringkasan Paket Sembako *dapat disesuaikan dengan kebutuhan anda (check via whatsapp) Mth Fashion : Untuk belanja Online kebutuhan Sandang/Fashion Keluarga, Untuk produk-produk bisa Anda lihat di Instagram : https://www.instagram.com/mth.fashion.online.shop/  (updated) Untuk Informasi Lebih lanjut bisa kontak Nomor Whatsapp masing-masing. Selamat Berbelanja secara Online | Jangan lupa informasikan ke keluarga dan rekan-rekan anda.

Meneropong Kisah Sukses Pemudik Asal Gunungkidul

Berbekal ijazah SMU,Takhlukkan Kota Jakarta Sangat tidak pantas untuk ditiru, apa lagi bila tidak memiliki keahlian yang cukup memadai sebagai modal mencari kerja di Jakarta. Namun pria ini memberi bukti bagaimana mampu sukses di Ibukota Negara . Bagaimana caranya? GUNUNGKIDUL-Meski baru merantau ke Jakarta sejak akhir tahun 2004 lalu, bisa dikatakan pria ini cukup berhasil. Pulas Priotyas Wiyatno nekat membawa istri dan ketiga anaknya ke Ibukota untuk mengadu nasib. Seperti yang dikatakan kepada RADAR JOGJA, awalnya sungguh sangat sulit dan memerlukan perjuangan yang sangat keras untuk bisa bertahan dan tetap survive sehingga menjadi seperti sekarang ini. " Memang belum bisa dibilang sukses mas. Kami sangat biasa banget. Tapi saya bersyukur dapat melewati saat - saat sulit " kata bapak empat anak ini. Selanjutnya Pulas mengisahkan bagaimana ia dengan keluarganya sampai memberanikan diri pergi ke Jakarta yang menurutnya sangat tidak pantas untuk ditiru apalagi bila t...

Bencana Alam-Tebing Longsor Terjang Satu Rumah

KULONPROGO– Rumah milik MitroWidarto,78,warga Dusun Semawung, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang rusak parah setelah tertimbun tanah longsor pada Selasa (10/1) malam. Tiga rumah dan satu musala yang berdekatan dengan rumah milik korban juga terancam. Kejadian tersebut terjadi pada Selasa (10/1) sekitar pukul 21.30 WIB diawali dengan hujan yang cukup deras sejak pukul 16.00. Akibatnya, tebing di belakang rumahnya ambrol sejauh 300 meter hingga menghantam rumahnya. ”Kerugian kami sekitar Rp30 juta,” ujar Mitro kemarin. Dua rumah milik Suranto, 55 dan Wahyudi,58,juga terancam. Kedua warga ini merupakan anak kandung korban. Rumah milik Sutopo, tetangga korban, juga terancam karena hanya berjarak tidak lebih dari 200 meter. ”Tiga rumah dan satu musala terancam,” ucapnya. Awal 2012 lalu sebenarnya tebing di belakang rumahnya juga longsor.Namun,waktu itu volumenya tidak besar dan tidak sampai menerjang rumah. ”Jadi ini longsoran yang kedua. Longsoran pertama hanya kecil, yang kedua s...