Seputar Indonesia - SPANDUK siap referendum belakangan mulai merebak di berbagai sudut Kota Yogyakarta. Spanduk berukuran 1x3 meter itu bertuliskan ‘Masyarakat Yogyakarta Siap Referendum’ bisa ditemukan di perempatan Gondomanan,Pojok Benteng Wetan,sebelah timur Alun-alun Yogyakarta serta tempat lain.
Sementara hari ini dan Jumat (8/10) rencananya akan ada demonstrasi antireferendum dan aksi pro-Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Koordinator Kawula Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sigit Sugito mengatakan, spanduk itu mulai bermunculan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) melontarkan wacana referendum.Namun, dia menyayangkan spanduk itu dicantumkan nama lembaga yang memasang sehingga bisa memancing provokasi rakyat Yogyakarta. ”Benar, di tempat-tempat strategis di Kota Yogyakarta dipasangi spanduk dukung referendum,” kata Sigit Sugito,kemarin. Menurut dia, spanduk yang banyak terpasang itu seperti selebaran gelap yang bisa membuat suasana keruh di masyarakat bawah.
”Rakyat Yogyakarta masih sendiko dawuh Sultan (menuruti apa kata Sultan), namun lebih bijak jika spanduk itu ada nama lembaga yang bertanggung jawab. Spanduk itu bukan kita yang bikin,”tegasnya. Sigit berharap kepada masyarakat untuk tidak perpancing provokasi dan berharap tetap tenang. Meski demikian,Kawula Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang terdiri atas 19 elemen masyarakat tetap akan melakukan aksi dukungan terhadap keistimewaan DIY melalui jalur budaya. ”Dukungan penetapan tidak dengan spanduk, tetapi dengan aksi budaya,”imbuh Sigit.
Akhir-akhir ini suasana Yogyakarta memang sedikit ’memanas’ terkait belum selesainya Rancanangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Masyarakat yang mendukung pemilihan atau penetapan akan saling berhadapan. Belakangan muncul isu bahwa pada 7 Oktober (hari ini),sejumlah masyarakat akan menggelar demonstrasi pro-Pilkada. Pada 8 Oktober rencananya akan ada aksi antireferendum. Sekretaris Gerakan Semesta Rakyat Yogyakarta (Gentaraja) Adjie Bantjono mengakui adanya isu-isu gerakan demonstrasi itu. Menurut dia, gejolak itu muncul imbas dari belum selesainya RUUK DIY yang dibahas di pusat.
”Ya, isu-isu antireferendum atau pro-Pilkada mulai terdengar.Kami juga mendengarnya tapi belum tentu ada demonstrasi (pro-Pilkada) seperti itu,”ujarnya. Menurut dia, spanduk dukung referendum juga marak di Yogyakarta. Namun, pihaknya mengaku bukan yang membuat spanduk dukung referendum tersebut.”Kami bukan yang membuat spanduk itu. Sekarang, perjuangan kita (Gentaraja) terintegerasi dengan Ismoyo (paguyuban lurah dan kepala desa se-DIY dan Semar Sembogo (paguyuban dukuh se-Sleman),” jelasnya. Namun, kata dia, meski spanduk itu tanpa ada nama lembaganya, tetap merupakan aspirasi masyarakat Yogyakarta.Pihaknya juga mendukung referendum jika nantinya pemerintah akhirnya memilih opsi pemilihan dalam mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur.
”Kita tetap berpegang teguh pada penetapan. Jika penetapan meleset, kita dukung referendum. Perlu diingat bahwa referendum yang dimaksud adalah memilih antara Pilkada atau penetapan, bukan referendum keluar dari NKRI,”paparnya. (ridwan anshori)
Sementara hari ini dan Jumat (8/10) rencananya akan ada demonstrasi antireferendum dan aksi pro-Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Koordinator Kawula Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sigit Sugito mengatakan, spanduk itu mulai bermunculan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) melontarkan wacana referendum.Namun, dia menyayangkan spanduk itu dicantumkan nama lembaga yang memasang sehingga bisa memancing provokasi rakyat Yogyakarta. ”Benar, di tempat-tempat strategis di Kota Yogyakarta dipasangi spanduk dukung referendum,” kata Sigit Sugito,kemarin. Menurut dia, spanduk yang banyak terpasang itu seperti selebaran gelap yang bisa membuat suasana keruh di masyarakat bawah.
”Rakyat Yogyakarta masih sendiko dawuh Sultan (menuruti apa kata Sultan), namun lebih bijak jika spanduk itu ada nama lembaga yang bertanggung jawab. Spanduk itu bukan kita yang bikin,”tegasnya. Sigit berharap kepada masyarakat untuk tidak perpancing provokasi dan berharap tetap tenang. Meski demikian,Kawula Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang terdiri atas 19 elemen masyarakat tetap akan melakukan aksi dukungan terhadap keistimewaan DIY melalui jalur budaya. ”Dukungan penetapan tidak dengan spanduk, tetapi dengan aksi budaya,”imbuh Sigit.
Akhir-akhir ini suasana Yogyakarta memang sedikit ’memanas’ terkait belum selesainya Rancanangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Masyarakat yang mendukung pemilihan atau penetapan akan saling berhadapan. Belakangan muncul isu bahwa pada 7 Oktober (hari ini),sejumlah masyarakat akan menggelar demonstrasi pro-Pilkada. Pada 8 Oktober rencananya akan ada aksi antireferendum. Sekretaris Gerakan Semesta Rakyat Yogyakarta (Gentaraja) Adjie Bantjono mengakui adanya isu-isu gerakan demonstrasi itu. Menurut dia, gejolak itu muncul imbas dari belum selesainya RUUK DIY yang dibahas di pusat.
”Ya, isu-isu antireferendum atau pro-Pilkada mulai terdengar.Kami juga mendengarnya tapi belum tentu ada demonstrasi (pro-Pilkada) seperti itu,”ujarnya. Menurut dia, spanduk dukung referendum juga marak di Yogyakarta. Namun, pihaknya mengaku bukan yang membuat spanduk dukung referendum tersebut.”Kami bukan yang membuat spanduk itu. Sekarang, perjuangan kita (Gentaraja) terintegerasi dengan Ismoyo (paguyuban lurah dan kepala desa se-DIY dan Semar Sembogo (paguyuban dukuh se-Sleman),” jelasnya. Namun, kata dia, meski spanduk itu tanpa ada nama lembaganya, tetap merupakan aspirasi masyarakat Yogyakarta.Pihaknya juga mendukung referendum jika nantinya pemerintah akhirnya memilih opsi pemilihan dalam mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur.
”Kita tetap berpegang teguh pada penetapan. Jika penetapan meleset, kita dukung referendum. Perlu diingat bahwa referendum yang dimaksud adalah memilih antara Pilkada atau penetapan, bukan referendum keluar dari NKRI,”paparnya. (ridwan anshori)
Comments
Post a Comment