Skip to main content

Sri Sultan Minta Referendum

YOGYAKARTA(SINDO) – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X sudah tidak sabar lagi melihat ketidakjelasan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keistimewaan DIY.

Kemarin dia mengusulkan agar pemerintah pusat menggelar referendum untuk mengetahui keinginan rakyat Yogyakarta. Menurut Sultan, rakyatlah yang memiliki kekuasaan menentukan apakah gubernur DIY, yang menjadi perdebatan utama, ditetapkan atau dipilih.Dia menyatakan bahwa suaranya hanya akan mewakili satu orang saja, dan tentu saja berbeda jika rakyat Yogyakarta yang berbicara. “Bahasa saya, tanya sama rakyat,ya sama dengan referendum.Itu kan hanya masalah istilah saja,” ujarnya saat ditemui di Balai Kota Yogyakarta kemarin.

Lulusan Fakultas Hukum UGM Yogyakarta ini melihat referendum sebagai proses demokrasi yang memberikan hak kepada rakyat untuk menentukan sikapnya. ”Jadi,daripada ribut tidak berani memutuskan pemilihan dan penetapan, saya mengatakan itu hak rakyat, tanya sama rakyat,” ungkap Sultan. Direktur Penataan Daerah dan Otonomi Khusus pada Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sony Sumarsono menilai usulan referendum berlebihan. Alasannya, pemerintah pusat, terutama Kemendagri, selama ini sangat terbuka untuk membahas RUUK.Bahkan proses pembahasannya telah berjalan, termasuk dengan melibatkan para pakar dan ahli.

“Tidak relevan kalau referendum. Itu pertanda seolah-olah pusat tidak bisa diajak musyawarah dan berdialog. Padahal sebenarnya pemerintah pusat sangat terbuka berdialog dan menjadikan RUUK DIY ini prioritas pembahasan bersama DPR tahun 2010,” kata Sumarsono yang kini sudah pindah jabatan menjadi Asisten Deputi Pengelolaan Batas Lintas Negara di Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan. Anggota Komisi II DPR Agus Purnomo mengapresiasi usulan referendum untuk memperkaya wacana pembahasan RUUK DIY.Menurut dia,usulan ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk menentukan pengisian posisi gubernur DIY. “Usul referendum adalah gagasan baru, di luar tiga alternatif yang sudah kita bicarakan selama ini.

Pertama adalah proses pemilihan gubernur melalui pemilihan langsung,kedua pemilihan melalui DPRD, ketiga melalui penetapan langsung Sultan sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakil gubernur. Sekarang masuk lagi model referendum,”tuturnya. Agus yakin mayoritas anggota Komisi II DPR akan menghormati usul referendum jika resmi berasal dari kesultanan.Namun jika usulan tersebut berasal dari Sri Sultan Hamengku Buwono secara pribadi, berarti ide tersebut hanya usulan biasa,meski tetap dihormati untuk memperkaya pendapat. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengaku sempat melontarkan gagasan referendum, tapi ditolak oleh asosiasi dukuh se- DIY.

Bahkan mereka tidak bersedia jika kemudian dijadikan panitia referendum.“Usul saya itu dulu begini.Referendum dilakukan,kemudian baru proses penetapan Sri Sultan sebagai gubernur.Jadi langkahnya dua kali,”katanya. Pengesahan RUUK memang terkesan masih terombang-ambing. Pada DPR periode 2004–2009 RUU ini juga sudah menjadi prioritas.Namun pembahasannya mengalami hambatan karena muncul perbedaan tajam soal perlunya pemilihan atau penetapan gubernur-wakil gubernur DIY. Fraksi Partai Demokrat, misalnya, ngotot agar Sultan diangkat melalui pemilihan. Pemerintah, melalui Mendagri waktu itu,Mardiyanto,beberapa kali membahas RUU ini bersama DPR. Namun, usulan-usulan pemerintah seperti menempatkan Sultan-Paku Alam sebagai parardhya belum juga menyelesaikan kemelut ini.

RUU ini pun molor hingga periode saat ini. Terlepas dari polemik yang muncul, DPR baru pun berjanji akan mengesahkan RUU ini dan sudah memasukkannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Lagi-lagi, janji ini belum terbukti. Saat melakukan kunjungan ke Yogyakarta pekan lalu Mendagri Gamawan Fauzi kembali memastikan RUUK akan beres tahun ini, tapi Sultan tetap meragukan keseriusan pemerintah. “Saat ini sudah persoalan demokratisasi. Terakhir kali pembahasannya waktu itu,ada sembilan fraksi yang menyetujui penetapan dan satu fraksi tidak setuju penetapan sehingga harus ditunda,”kata Sultan. Sony Sumarsono menjelaskan, pemerintah pusat sejatinya sangat mengakui aspirasi rakyat Yogyakarta yang ingin agar gubernur DIY ditentukan melalui penetapan.

Namun, keinginan tersebut terbentur pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai pedoman konstitusi yang mengamanatkan bahwa gubernur dipilih secara demokratis. Karena itu,Kemendagri saat ini tengah mencari formula penetapan yang demokratis agar tidak menyalahi konstitusi yang sudah ada. ”Contohnya, sebelum gubernur ditetapkan terlebih dulu dilakukan musyawarah aklamasi di DPRD.Ini kan penetapan yang demokratis. Atau formula lain mungkin bisa dicari sehingga tidak melanggar demokrasi yang dimaksud,”urainya. Lebihjauhdiamengungkapkan, draf RUUK DIY saat ini sudah selesai digarap, dan akan segera dipresentasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah langkah itu selesai,pembahasannya dengan Komisi II DPR bisa dimulai.

Wakil Ketua DPD GKR Hemas mengungkapkan rencana DPD melakukan interpelasi pada DPR terkait pembahasan RUUK.“Saat ini sedang dilakukan dan baru berjalan karena hak interpelasi ke DPR memang mungkin dilakukan. DPRD DIY juga belum bisa bertemu dengan Komisi II DPR. Rencananya minggu ini komisi I sudah kembali dan Jumat (1/10) sudah bisa dilakukan,” ujarnya.Meski memakan waktu cukup lama,Hemas berpikir positif bahwa molornya RUUK dikarenakan memang masih ada yang perlu dibicarakan lagi.

Ungkapan Kekecewaan

Dosen FISIP UGM,Ana Nadya Abrar,menilai usulan Sultan untuk referendum dalam rangka menyelesaikan persoalan RUUK adalah wujud rasa pembangkangan sekaligus kekecewaan Sultan terhadap pemerintah pusat.”Sultan jelas kecewa karena merasa sudah mengikuti segala bentuk keinginan pemerintah pusat agar RUUK segera disahkan, tapi upaya tersebut sepertinya tidak dihargai.Apalagi pusat seolah-olah menganggap Sultan tidak demokratis karena menginginkan adanya UUK,”paparnya.

Menurut dia, saat ini persoalannya tidak hanya sebatas demokratisasi, tapi juga menyangkut adanya nilai kultur sekelompok masyarakat yang harus dipikirkan. Ana yakin masyarakat Yogyakarta pun menginginkan Sultan tetap menjadi pemimpin mereka di daerah mereka sendiri. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat, munculnya usul referendum tentang pengisian posisi gubernur DIY mempertegas fakta betapa alotnya pembahasan RUUK DIY tersebut.

Bahkan, usul ini kian memperlihatkan adanya tarik-menarik antara pemerintah dengan kesultanan DIY karena referendum termasuk sangat sakral dalam sistem politik. Menurut Siti,pembahasan tentang RUUK DIY sebenarnya bisa dibuat enak karena pembahasannya tidak hanya melibatkan pemerintah dan DPR,tapi juga ada DPD yang sangat aktif.Bahkan,ada empat wakil DPD dari DIY yang mendukung keinginan dipertahankannya keistimewaan DIY secara utuh.

”Anggota DPD hampir semuanya sendiri vokal mendukung keistimewaan Yogyakarta. Saya yakin masukan mereka pada pemerintah sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan,”tutupnya.

(ratih keswara/ mohammad sahlan)

Comments

Popular posts from this blog

Partisipasi Pemilu 2019 Kota Jogja 84,9 Persen & Kulon Progo 86, 49 Persen

Yogyakarta (ANTARA) - Kota Yogyakarta mencatat tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang cukup tinggi yaitu mencapai 84,9 persen khususnya untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. “Tingkat partisipasi tersebut melebihi target yang kami tetapkan yaitu 77,5 persen. Mungkin ini adalah tingkat partisipasi pemilu yang paling tinggi pernah diraih,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta Hidayat Widodo, di Yogyakarta, Kamis. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden, KPU Kota Yogyakarta mencatat total jumlah pemilih yang memiliki hak pilih mencapai 324.903 orang, namun pemilih yang menggunakan hak pilihnya tercatat sebanyak 275.552 orang. Berdasarkan data, ada sebanyak 47.249 pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak suaranya, sedangkan dalam daftar pemilih tetap tambahan terdapat 2.096 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya, serta enam pemilih dalam daftar pemilih khusus yang tidak menggunakan hak suaranya. Ia pun berhara

Tanah Pesisir DIY Terus Melambung

Perkembangan wisata dan megaproyek di pesisir selatan DIY, tepatnya di kawasan Gunungkidul dan Kulonprogo mendongkrak harga tanah. Tidak tanggung-tanggung,harga tanah yang awalnya berkisar Rp30.000 per meter,kini sudah lebih dari Rp200.000. Tidak heran, banyak warga berlomba-lomba melepaskan tanah kepada investor. Dalam satu tahun terakhir, lonjakan harga tanah tidak bisa dihindari lagi.Sugeng,salah satu warga Bruno, Ngestirejo, Tanjungsari mengatakan, dua tahun yang lalu harga tanah masih berkisar Rp35.000 setiap meternya. “Namun, saat ini harganya lebih dari Rp200.000 untuk tanah bersertifikat,”ungkapnya. Dia pun menunjukkan beberapa lahan yang siap dilepas pemiliknya. Selain itu, dalam satu tahun terakhir banyak warga luar yang mulai melirik untuk membeli tanah di sekitar pantai. “Belum lagi dengan rencana pengembangan Pantai Krakal. Sudah banyak orang yang pesan kalau ada tanah yang mau dijual,”ucapnya. Saat ini di sekitar Pantai Krakal sudah banyak berdiri bangunan layakn

Tercemar Limbah, Warga Bantul Semen Saluran Irigasi

Bantul - Sejumlah warga Dusun Karangnongko menutup saluran irigasi yang melintas di Jalan Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul. Hal itu karena air pada saluran tersebut berbau menyengat dan berwarna putih pekat. Pantauan detikcom, puluhan warga berkumpul di Jalan Karangnongko sembari membawa papan bertuliskan 'sungai disegel warga' dan 'hukum berat pencemar lingkungan'. Selanjutnya, puluhan warga meletakkan batako pada saluran irigasi tersebut. Tak hanya itu, warga mulai menempelkan adonan semen pada material bangunan itu hingga menutupi saluran irigasi tersebut. Setelah itu, warga meletakkan beberapa karung berisi pasir di depan dinding yang terbuat dari tumpukan material bangunan. Warga Dusun Karangnongko, Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul, Waljito menjelaskan, penyegelan saluran irigasi ini sebagai bentuk protes warga terhadap pencemaran limbah yang telah berlangsung selama belasan tahun. Sampai saat ini permasalahan tidak kunj